Ilustrasi (Anohana: Jintan, Menma) |
Hari selasa pukul 6.45 pagi, aku sudah duduk untuk bersiap sarapan. Biasanya, aku hanya sarapan sendiri, namun pagi kali ini ada yang beda, Ayah sudah berada di ruang makan dan menungguku untuk sarapan bersama. Menu pagi kali ini adalah nasi goreng, makanan kesukaanku. Ditambah lagi, Ibu mencampurkan antara baso ikan dan sosis ayam di dalamnya, hmm so yummy. Tak ada yang berbeda, hanya saja aku jadi ada waktu lebih untuk dapat ngobrol bareng Ayah.
Setiap sarapan, pandanganku tak lepas dari satu bangku yang tersisa di ruang makan. Seharusnya, kursi itu ada yang mengisi, dan kami tidak perlu hanya berkumpul bertiga. Mungkin itu salah satu penyebab Ibu tak lagi menjadi orang yang seceria dulu. Ibu, selalu memasak masakan untuk porsi 4 orang, walaupun Ibu tahu hanya ada aku, Ayah dan Ibu yang tinggal di rumah. Aku sisihkan nasi yang tersisa ke tempat sampah, mengambil tas dan sepatu lalu bersiapku untuk berangkat.
"Bu, Yah, Dinta berangkat duluan ya", Ucapku setelah menali sepatu converse hitamku.
"Ayah juga Bu, Ayah berangkat ya", Terlihat Ayah yang masih merapihkan dasinya sembari berjalan menuju mobil.
"Yah, kok tumben berangkat pagi banget? Biasanya jam 8-an baru berangkat ke kantor", tanyaku sambil menuntun sepeda keluar pagar.
"Ya terpaksa dek, ada yang harus Ayah kerjain, kemarin Ayah ngga sempat lembur, Ibu nangis kemarin sore waktu adek les, jadi Ayah harus pulang dan ninggalin kerjaan. Ayah jalan duluan ya dek, kamu hati-hati naik sepedanya", Senyum Ayah sewaktu menutup kaca jendela mobil membuat aku memikirkan tentang Ibu.
Sembari aku menuju ke sekolah, aku sempat berhenti dan memikirkan beberapa hal dipagi hari ini. Tentang Ibu yang tidak mengucapkan sepatah kata pun saat di ruang makan, dan Ayah yang baru memberi tahuku kalau Ibu kemarin sore menangis. Penasaranku pun meninggi namun ini tak sampai mengganggu benakku. Lagu pada playlist handphone-ku nyalakan setelah memasang earphone, dan aku melanjutkan perjalanan untuk menuju ke sekolah.
==
Waktu menunjukkan pukul 14.13 WIB, setiap harinya aku ada les dari jam tiga sampai jam lima sore. Dari sekolah aku berangkat menuju tempat les bersama teman sekelasku, Bimo dan Vito. 4 bulan menuju Ujian Akhir memaksa kami mau tidak mau harus menambah waktu belajar untuk lebih siap menghadapi ujian itu. Saat diperjalanan, aku melihat mobil Ayah melintas di dekat tempat les menuju arah rumah. Ini belum saatnya jam pulang kantor, dan kalau belum terdesak, Ayah pasti tidak akan pulang secepat ini.
Aku memutuskan untuk pulang ke rumah, dan melihat apa yang terjadi. Khawatir akan sesuatu itu pasti, tapi aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sesampainya di depan rumah, Ayah tidak mematikan mesin dan menutup pintu mobilnya. Aku berlari masuk ke dalam rumah dan di salah satu kamar, aku mendengar Ibu menangis histeris. Aku melihat kamar yang lama tidak aku kunjungi, kamar Gynta. Gynta adalah kakak perempuanku, dia lahir dihari yang sama, tanggal yang sama, waktu yang lebih cepat 50 detik dan berwajah mirip denganku. Ya, hanya saja aku laki-laki dan dia perempuan, kami kembar beda gender. Kamar ini kosong setelah beberapa tahun yang lalu, Gynta pergi meninggalkan aku dan keluarga. Aku tidak mengerti kenapa Ibu tiba-tiba kembali ke kamar ini setelah beberapa tahun.
Namun, melihat keadaan Ibu yang terus menangis seperti ini dan kami semua yang berada di kamar Gynta, aku baru meahami kalau Ibu masih belum bisa benar-benar mengikhlaskan Gynta yang dulu sangat sering membantu Ibu dalam banyak hal. Ya, mungkin memang karena Gynta adalah anak kesayangan Ibu, yang selalu siap membantunya, dalam keadaan apapun dan sepertinya Ibu tidak menemukan hal itu dalam diriku. Ibu dan Gynta adalah partner in crime ketika membuat makanan yang aneh-aneh, kemudian disuguhkan untuk aku dan Ayah. Membuat hiasan-hiasan untuk pintu disetiap kamar, merawat tanaman di halaman depan dan semua hal lainnya yang sepertinya hanya Ibu dan Gynta yang dapat mengerjakannya.
"Bu, sudah-sudah, ini sudah 2 tahun Gynta ngga ada, kenapa Ibu masih nangisin dia kaya gini bu, nanti Gynta ngga bisa tenang loh disana lihat Ibu nangis", Ucap Ayah yang terus berusaha menenangkan Ibu.
Ibu tampak memegang sebuah buku, buku album lebih tepatnya. Aku sangat mengerti apa yang dirasakan oleh Ibu, karena setiap Ibu menangisi Gynta, aku seperti memiliki bagian lain yang ikut menangis. Bagian itu bukan diriku, itu seperti Gynta yang ikut menangis di dalam tubuhku. Aku ikut berusaha menenangkan Ibu untuk tidak menangis lagi, sampai pada akhirnya Ibu tertidur karena lelah dan Ayah mengangkatnya ke kamar mereka.
Aku mengambil album biru yang ibu peluk erat tadi. Isinya, semua foto keluarga dan foto Gynta tentunya. Aku melihat bekas tetesan-tetesan air mata disalah satu foto Gynta. Pasti tetesan air mata Ibu yang jatuh saat melihat foto Gynta dan aku bersama menunggangi kuda saat masih kecil. Aku kembali melihat masa lalu dari buku ini, seperti foto Ibu dengan Gynta saat menunjukkan hasil masakan yang gosong, saat Gynta menjahili aku ketika tidur, dan yang terakhir adalah foto keluarga kami yang masih terdapat Gynta didalamnya. Seketika itu, aku merindukan Gynta, sangat merindukannya. Aku tidak mungkin memiliki masa kecil yang jauh lebih ceria kalau aku tidak memilikinya sebagai kembaranku.
Hari ini tanggal 22 Desember, hari dimana dua tahun silam, kami berdua sakit demam berdarah, saat itu Ayah dan Ibu sedang membawa kami menuju Rumah Sakit, namun hari ini juga menjadi hari dimana kecelakaan mobil yang merenggut nyawa Gynta terjadi dan di Indonesia sendiri, hari ini adalah hari Ibu. Hari dimana seharusnya semua Ibu bisa menjadi Ratu sehari, hari dimana biasanya aku dan Gynta selalu melakukan semua pekerjaan Ibu, hari dimana kami memeluk Ibu erat, hari dimana kami dan Ayah melakukan semua permintaan Ibu. Namun, semenjak 2 tahun yang lalu itu, 22 Desember seperti tanggal kutukan yang selalu aku acuhkan.
"Gynta, aku tahu kamu sudah jauh lebih tenang berada disana, tapi sekali lagi aku hanya ingin memberi tahumu, kalau kamu memiliki seseorang yang selalu menyayangimu sampai kapanpun, dan orang itu adalah Ibu", Ucapku dalam hati, kemudian air mataku seketika menetes pada foto keluarga kami, tepat di senyuman Gynta yang terakhir.
End.
==========================================
Hai, sudah bacanya? Gimana-gimana? suka apa ngga? Gue lagi bingung mau ngpost apaan, dan blog ini udah sangat lama sekali tidak dijamah, ya dari pada kosong, gue tuang aja cerita pendek yang ngalir dikepala. Semua cerita diatas itu Fiksi ya guys. Mungkin kalo ada kesamaan nama atau cerita mohon maaf tapi ini beneran deh murni dari kepala gue. Ya sekian post cerpen kali ini, siapa tahu gue bisa nerusin bikin-bikin ginian woohooo sampai jumpa dilain waktu! Bhay!
Sumber Gambar : Menma
No comments:
Post a Comment
Udah Baca kan? Kasih Comment lo ya .